Kamis, 21 Maret 2013

Apa Yang Diperbolehkan Melihat Wanita Yang Akan Dipinang?



Segala puji bagi Allah

لقد جاءت الشريعة الإسلامية بالأمر بغض البصر وتحريم النّظر إلى المرأة الأجنبية طهارة للنّفوس وصيانة لأعراض العباد واستثنت الشّريعة حالات أباحت فيها النّظر إلى المرأة الأجنبية للضرورة وللحاجة العظيمة ومن ذلك نظر الخاطب إلى المخطوبة إذ إنّه سينبني على ذلك اتّخاذ قرار خطير ذي شأن في حياة كل من المرأة والرجل ، ومن النصًوص الدالة على جواز النظر إلى المخطوبة ما يلي :
Syariat islam datang membawa perintah untuk menundukkan pandangan dan melarang dari melihat wanita ajnabi (bukan mahram)sebagai bentuk penyucian terhadap jiwa dan perlindungan terhadap kehormatan manusia.
Akan tetapi, dalam syariat ini dikecualikan beberapa keadaan di mana ketika itu dibolehkan seorang pria melihat wanita ajnabi karena darurat atau adanya kebutuhan yang sangat penting. Di antaranya yaitu tatkala seorang peminang melihat wanita pinangannya. Sebab, dari sinilah diambil keputusan penting terkait kehidupan pria dan wanita itu kelak. Di antara nash yang menunjukkan akan bolehnya melihat wanita pinangan adalah berikut ini:
1-عن جابر بن عبد الله قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر إلى ما يدعوه إلى نكاحها فليفعل ) قال : ” فخطبت جارية فكنت أتخبأ لها ، حتى رأيت منها ما دعاني إلى نكاحها وتزوجتها ” وفي رواية : ” وقال جارية من بني سلمة ، فكنت أتخبأ لها تحت الكرب ، حتى رأيت منها ما دعاني إلى نكاحها ، فتزوجتها ” صحيح أبو داود رقم 1832 و 1834
1.Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian meminang seorang wanita, kalau memang ia mampu melihat dari wanita tersebut apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah. ” Jabir pun berkata, “Aku pun meminang seorang wanita. Aku bersembunyi darinya, hingga aku bisa melihat darinya apa yang membuatku tertarik untuk menikahinya dan akhirnya aku pun menikahinya. ”
Dalam riwayat lain: “Yaitu seorang wanita dari Bani Salamah. Aku sembunyi darinya di bawah Karb hingga aku bisa melihat darinya apa yang membuatku tertarik untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. ” (Shahih Abi Daud no. 1832 dan 1834)
2-عن أبي هريرة قال : ” كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم فأتاه رجل فأخبره أنه تزوج امرأة من الأنصار ، فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( أنظرت إليها ؟ ) قال : لا ، قال : ( فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئاً ) رواه مسلم رقم 1424 والدار قطني 3/253(34)
2.Dari Abu Hurairah ia berkata, “Aku ada di dekat Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba seseorang datang kepada beliau mengabarkan bahwa ia ingin menikahi seorang wanita Anshar. Beliau bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau sudah melihat wanita yang ingin kau nikahi?  ” Orang itu menjawab, “Belum. ” Beliau pun bersabda, “Pergilah dan lihatlah wanita itu. karena sesungguhnya pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu. ” (HR. Muslim no. 1424 dan Ad-Daruquthni 3/253(24)
3-عن المغيرة بن شعبة قال : خطبت امرأة ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( أنظرت إليها ؟ ) قلت : لا ، قال : ( فانظر إليها فأنه أحرى أن يؤدم بينكما ) . وفي رواية : قال : ففعل ذلك . قال : فتزوجها فذكر من موافقتها . رواه الدارقطني 3/252 (31،32) ، وابن ماجه  1/574 .
3.Dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata, “Aku melamar seorang wanita. Rasulullah صلى الله عليه وسلم  pun bertanya, ‘Apakah engkau sudah melihatnya? ‘ Aku jawab, “Belum” Beliau pun bersabda, “Lihatlah ia karena sesungguhnya itu lebih melanggengkan di antara kalian berdua. ”
Dalam riwayat lain Mughirah menjelaskan bahwa ia melakukan yang demikian dan menikahi wanita itu lalu menyebutkan kecocokan dengannya. (HR. Ad-Daruquthni: 3/252 (31, 32) dan Ibnu Majah: 1/574)
4-عن سهل بن سعد رضي الله عنه قال : ” إن امرأة جاءت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقالت : يا رسول الله ، جئت لأهب لك نفسي ، فنظر إليها رسول الله صلى الله عيله وسلم ، فصعّد النظر إليها وصوّبه ، ثم طأطأ رأسه ، فلما رأت المرأة أنه لم يقض فيها شيئاً جلست ، فقام رجل من أصحابه فقال : أي رسول الله ، لإِن لم تكن لك بها حاجة فزوجنيها .. ) الحديث أخرجه البخاري 7/19 ، ومسلم 4/143 ، والنسائي 6/113 بشرح السيوطي ، والبيهقي 7/84 .
4.Dari Sahl bin Sa’d رضي الله عنه  ia berkata, “Sesungguhnya seorang wanita mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم  lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku datang ingin menawarkan diriku untukmu. ‘ Rasulullah pun melihatnya lalu mengangkat dan menundukkan pandangan kemudian menundukkan kepala beliau. Tatkala wanita itu mengetahui bahwa beliau tidak menyukainya, ia pun duduk. Tiba-tiba berdirilah seorang sahabat lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kalau memang engkau tidak menginginkannya, maka nikahkanlah aku dengannya…” (HR. Bukhari: 7/19 dan Muslim: 4/143 dan An-Nasai: 6/113 dengan Syarh Suyuthi dan Al-Baihaqi: 7/84)
من أقوال العلماء في حدود النّظر إلى المخطوبة :
Beberapa pendapat para ulama tentang batasan memandang kepada pinangan yang diperbolehkan:
قال الشافعي – رحمه الله – : ” وإذا أراد أن يتزوج المرأة فليس له أن ينظر إليها حاسرة ، وينظر إلى وجهها وكفيها وهي متغطية بإذنها وبغير إذنها ، قال تعالى : ( ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها ) قال : الوجه والكفين ” ( الحاوي الكبير 9/34 )
Berkata Imam Asy-Syafi’i  رحمه الله, “Jika seseorang pria ingin menikahi seorang wanita, maka ia tidak boleh melihat wanita tersebut dalam keadaan terbuka kepala dan lengannya. Ia boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya dalam keadaan tertutup baik itu dengan izinnya maupun tidak. Allah Ta’ala berfirman: {Dan janganlah mereka (para wanita)menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang nampak darinya} maksudnya yaitu, “Wajah dan kedua telapak tangan. ” (Al-Hawi Al-Kabir: 9/34)
وقال الإمام النووي في ( روضة الطالبين وعمدة المفتين 7/19-20  : ” إذا رغب في نكاحها استحب أن ينظر إليها لئلا يندم ، وفي وجه : لا يستحب هذا النظر بل هو مباح ، والصحيح الأول للأحاديث ، ويجوز تكرير هذا النظر بإذنها وبغير إذنها ، فإن لم يتيسر النظر بعث امرأة تتأملها وتصفها له . والمرأة تنظر إلى الرجل إذا أرادت تزوجه ، فإنه يعجبها منه ما يعجبه منها .
ثم المنظور إليه الوجه والكفان ظهراً وبطناً ، ولا ينظر إلى غير ذلك .
Berkata Imam An-Nawawi dalam Raudhah Ath-Thalibin wa Umdah Al-Muftin (7/19-20): “Jika seorang pria ingin menikahi seorang wanita, maka mustahab (sunnah)untuk melihatnya agar tidak menyesal. Ada pendapat lain yaitu bukan sunnah melihat di sini melainkan hanya mubah. Namun yang benar adalah pendapat pertama berdasarkan berbagai hadits. Dan boleh mengulang melihat di sini baik dengan izin wanita tersebut maupun tidak. Jika tidak mudah untuk melihat wanita tersebut, maka boleh mengutus seorang wanita untuk memperhatikan wanita tersebut dan menggambarkannya untuknya. Dan seorang wanita boleh melihat kepada pria jika ia ingin menikah dengannya. Karena sesungguhnya seorang wanita tertarik kepada seorang pria sebagaimana seorang pria tertarik kepada seorang wanita.  Kemudian yang boleh dilihat darinya yaitu wajah dan dua telapak tangan yang luar maupun dalam. Dan tidak boleh melihat kepada selain itu.  ”
وأجاز أبو حنيفة النظر إلى القدمين مع الوجه والكفين . بداية المجتهد ونهاية المقتصد 3/10 .
Dan Abu Hanifah berpendapat boleh melihat kedua telapak kaki beserta wajah dan dua telapak tangan. (Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid: 3/10)
قال ابن عابدين في حاشيته ( 5/325 ) :
” يباح النظر إلى الوجه والكفين والقدمين لا يتجاوز ذلك ” أ.هـ ونقله ابن رشد كما سبق .
Berkata Ibnu Abidin dalam Hasyiahnya (5/325): “Boleh melihat ke wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki dan tidak boleh lebih dari itu. ” dan itu telah dinukilkan oleh Ibnu Rusyd sebagaimana telah berlalu.
ومن الروايات في مذهب الإمام مالك :
- : ينظر إلى الوجه والكفين فقط .
- : ينظر إلى الوجه والكفين واليدين فقط .
Beberapa riwayat/pendapat dari Madzhab Imam Malik:
-riwayat/pendapat yang menyatakan bolehnya melihat wajah dan dua telapak tangan saja.
-riwayat/pendapat yang menyatakan bolehnya melihat wajah, dua telapak tangan dan dua lengannya saja.
وعن الإمام أحمد – رحمه الله – روايات :
إحداهن : ينظر إلى وجهها ويديها .
والثانية : ينظر ما يظهر غالباً كالرقبة والساقين ونحوهما . ونقل ذلك ابن قدامة في المغني ( 7/454 ) والإمام ابن القيم الجوزية في ( تهذيب السنن 3/25-26 ) ، والحافظ ابن حجر في فتح الباري ( 11/78 ) ..
Dari Imam Ahmad رحمه الله  terdapat beberapa riwayat:
-yang pertama: bolehnya melihat wajah dan dua lengannya
-yang kedua: bolehnya melihat sesuatu yang biasanya tampak seperti leher, betis dan semacamnya.
Dan itu dinukilkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (7/454) dan Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Tahdzib As-Sunan (3/25-26) dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (11/78).
والرواية المعتمدة في كتب الحنابلة هي الرواية الثانية .
Dan riwayat yang jadi rujukan dalam kitab-kitab Madzhab Hanbali adalah riwayat kedua.
ومما تقدّم يتبيّن أن قول جمهور أهل العلم إباحة نظر الخاطب إلى وجه المخطوبة وكفّيها لدلالة الوجه على الدمامة أو الجمال ، والكفين على نحافة البدن أو خصوبته .
Dari penjelasan sebelumnya jelaslah bahwa pendapat mayoritas ulama adalah bolehnya seorang peminang melihat wajah dan kedua telapak tangan pinangannya, karena wajah menunjukkan jelek atau cantiknya seseorang sedangkan kedua telapak tangan menunjukkan kurus atau suburnya badannya.
قال أبو الفرج المقدسي : ” ولا خلاف بين أهل العلم في إباحة النظر إلى وجهها .. مجمع المحاسن ، وموضع النظر .. ”
Berkata Abul Faraj Al-Maqdisi, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama akan bolehnya melihat kepada wajah seorang pinangan…tempat berkumpulnya keindahan dan tempat untuk dilihat. ”
حكم مس المخطوبة والخلوة بها
Hukum menyentuh pinangan dan berduaan dengannya
قال الزيلعي رحمه الله : ( ولا يجوز له أن يمس وجهها ولا كفيها – وإن أَمِن الشهوة – لوجود الحرمة ، وانعدام الضرورة  أ.هـ ، وفي درر البحار : لا يحل المسّ للقاضي والشاهد والخاطب وإن أمنوا الشهوة لعدم الحاجة .. أ.هـ ) رد المحتار على الدر المختار 5/237 .
Berkata Az-Zailai رحمه الله, “Tidak boleh seorang peminang menyentuh wajah dan kedua telapak tangan pinangannya-walaupun aman dari syahwat-disebabkan adanya larangan akan hal tersebut dan tidak adanya perkara yang mendesak untuk melakukan itu. ” dan di Durar Al-Bihar, “Tidak boleh seorang hakim, saksi dan peminang menyentuh seorang wanita walaupun mereka merasa aman dari syahwat dikarenakan tidak adanya kebutuhan untuk melakukan itu. ..” (Radd Al-Muhtar ‘Ala Ad-Dur Al-Mukhtar: 5/237)
وقال ابن قدامة : ( ولا يجوز له الخلوة بها لأنها مُحرّمة ، ولم يَرد الشرع بغير النظر فبقيت على التحريم ، ولأنه لا يؤمن مع الخلوة مواقعة المحظور ، فإن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( لا يخلون رجل بإمراة فإن ثالثهما الشيطان ) ولا ينظر إليها نظر تلذذ وشهوة ، ولا ريبة . قال أحمد في رواية صالح : ينظر إلى الوجه ، ولا يكون عن طريق لذة .
وله أن يردّد النظر إليها ، ويتأمل محاسنها ، لأن المقصود لا يحصل إلا بذلك ” أ.هـ
Berkata Ibnu Qudamah, “Tidak boleh baginya untuk berdua dengan pinangannya karena itu diharamkan. Dan tidak ada dalam syariat pembolehan selain melihat karena itu hukumnya tetap haram. Sebab, dengan berduaan juga tidak aman dari terjatuh kepada perbuatan yang diharamkan (yaitu zina). Karena Nabi صلى الله عليه وسلم  telah bersabda, “Tidaklah seorang pria berduaan dengan seorang wanita, melainkan yang ketiganya adalah setan. Dan tidak boleh pula baginya melihat pinangannya dengan pandangan syahwat untuk bersenang-senang tanpa ada kebutuhan. Berkata Ahmad dalam riwayat Shalih, ‘Boleh melihat ke wajah akan tetapi bukan dengan pandangan bersenang-senang (syahwat). Dan boleh baginya mengulangi pandangan kepadanya dan mengamati kecantikannya. Sebab, tujuan mendapatkan pasangan tidaklah tercapai kecuali dengan cara demikian. ”
إذن المخطوبة في الرؤية :
يجوز النظر إلى من أراد خطبتها ولو بغير إذنها ولا علمها ، وهذا الذي دلت عليه الأحاديث الصحيحة .
Kalau begitu, dalam hal melihat wanita pinangan: boleh melihat orang yang akan dipinang walaupun itu tanpa izin dan sepengetahuan darinya. Dan ini adalah perkara yang ditunjukkan oleh beberapa hadits shahih.
قال الحافظ ابن حجر في فتح الباري ( 9/157 ) : ” وقال الجمهور : يجوز أن ينظر إليها إذا أراد ذلك بغير إذنها ” أ.هـ
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/158): “Mayoritas ulama berpendapat bolehnya memandang wanita  tanpa izin darinya jika memang ingin meminangnya. ”
قال الشيخ المحدث محمد ناصر الدين الألباني في السلسة الصحيحة (1/156) مؤيدا ذلك : ومثله في الدلالة قوله صلى الله عليه وسلم في الحديث : ( وإن كانت لا تعلم ) وتأيد ذلك بعمل الصحابة رضي الله عنهم ، عمله مع سنته صلى الله عليه وسلم ومنهم محمد بن مسلمة وجابر بن عبد الله ، فإن كلاً منهما تخبأ لخطيبته ليرى منها ما يدعوه إلى نكاحها . … ” أ.هـ
Berkata Syaikh Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (1/156)menguatkan pendapat tadi: “Yang semisal itu adalah sabdanya صلى الله عليه وسلم  dalam suatu hadits: “Walaupun wanita itu tidak mengetahuinya .” dan itu dikuatkan dengan praktek para sahabat رضي الله عنهم. Amalan mereka beserta sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم. Di antara mereka yaitu Muhammad bin Maslamah dan Jabir bin Abdillah. Karena, keduanya bersembunyi dari wanita pinangan mereka agar bisa melihat dari wanita pinangan mereka apa yang membuat keduanya tertarik untuk menikahi mereka…”
فائدة :
قال الشيخ حفظه الله في المرجع السابق ص 156 :
عن أنس بن مالك رضي الله عنه ” أن النبي صلى الله عليه وسلم أراد أن يتزوج امرأة ، فبعث امرأة تنظر إليها فقال : شُمِّي عوارضها وانظري إلى عرقوبيها ” الحديث أخرجه الحاكم (2/166 ) وقال : ” صحيح على شرط مسلم ، ووافقه الذهبي وعن البيهقي ( 7/87 ) وقال في مجمع الزوائد ( 4/507 ) : ” رواه أحمد والبزار ، ورجال أحمد ثقات ”
قال في مغني المحتاج ( 3/128 ) : ” ويؤخذ من الخبر أن للمبعوث أن يصف للباعث زائداً على ما ينظره ، فيستفيد من البعث ما لا يستفيد بنظره ” أ.هـ  والله تعالى أعلم
Faidah:
Berkata Syaikh Al-Albani dalam sumber yang lalu hal. 156: “Dari Anas bin Malik رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم  ingin menikahi seorang wanita. Maka beliau pun mengutus seorang wanita untuk melihatnya. Beliau bersabda, ‘Ciumlah aroma mulutnya dan lihatlah kedua Urqub (urat besar di atas tumit)nya. ” (HR. Al-Hakim: 2/166 dan Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim.” Dan itu disepakati oleh Adz-Dzahabi dan juga dari Al-Baihaqi (7/87) dan berkata dalam Majma’ Az-Zawaid (4/507): “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bazzar dan perawi dalam riwayat Ahmad terpercaya. ”
Disebutkan dalam Mughni Al-Muhtaj (3/128): “Dari hadits ini bisa dipetik faidah yaitu bahwa seorang utusan boleh menggambarkan kepada orang yang mengutus tentang pinangannya lebih dari apa yang ia lihat. Sehingga , dengan begitu orang  yang mengutus  bisa mengambil faidah dari pengutusan tersebut apa yang tidak bisa ia dapatkan seandainya melihatnya sendiri. ”
Wallahu a’lam
Sumber: http://islamqa.info/ar/ref/2572

Tidak ada komentar: