Minggu, 06 Desember 2015

Karyawan Baru Vs Lama


Seorang karyawan mengeluh karena bosnya tidak adil. Ia sudah bekerja selama 15 tahun di perusahaannya namun gajinya kalah dengan anak kemarin sore yang baru bekerja 2 tahun. Ia merasa diperlakukan tidak adil, dizalimi, dan marah sekali.
Saya tanya, "Apa yang membedakan anak baru dengan diri Anda sehingga dia mendapat gaji yang lebih besar dari Anda yang sudah bekerja 15 tahun?"
"Bos tidak boleh begitu. Bos pilih kasih. Saya kan sudah kerja 15 tahun masa tidak dihargai," keluhnya.
"Anda belum jawab pertanyaan saya," kejar saya.
Karyawan ini tertunduk dan tidak berani menjawab pertanyaan saya. Saya mengulangi pertanyaan saya, kali ini dengan lebih perlahan, "Apa yang membedakan anak baru dengan diri Anda sehingga dia mendapat gaji yang lebih besar dari Anda yang sudah bekerja 15 tahun?"
"Dia lebih disayang Bos," jawabnya.
"Apa yang membuat dia lebih disayang Bos Anda?" tanya saya.
"Dia rajin, kerjanya bagus, semangat, tidak hitungan kalau lembur, omzetnya besar," jawabnya.
"Nah, kalau Anda bagaimana?" tanya saya lagi.
Kali ini ia diam tidak memberi jawaban. Saya mengulangi pertanyaan, "Kalau Anda bagaimana?"
"Memang saya tidak sepintar anak baru. Tapi saya kan sudah kerja 15 tahun. Masa ini tidak dihargai," kembali ia mengeluh.
"Begini lho pemikirannya pengusaha atau Bos. Benar, mereka suka dengan karyawan yang loyal. Dan mereka jauh lebih suka dan menghargai karyawan yang loyal dan prestasinya bagus. Bila hanya mengandalkan lama waktu kerja sebagai ukuran menentukan gaji tentu ini tidak fair. Apalagi bila karyawan ini prestasinya begitu-begitu saja. Harga atau nilai karyawan di mata bos atau perusahaan ditentukan oleh besar kontribusi yang mereka berikan bukan hanya ditentukan oleh masa kerja. Jadi, saran saya, Anda kerja sungguh-sungguh dan paksa Bos Anda untuk memberi bonus yang besar dengan prestasi Anda," jelas saya.
"Tapi buat apa saya kerja keras, bela-belain perusahaan kalau saya dibayar hanya segitu," tanyanya.
"Maunya Anda bagaimana?"
"Harusnya perusahaan bayar karyawannya dengan gaji yang layak dan kalau bisa besar. Setelah itu tentu karyawan akan semangat kerja dan menghasilkan omzet besar untuk perusahaan," jawabnya lagi.

Saya sering jumpa karyawan tipe ini. Cara berpikir mereka terbalik dan melanggar hukum Tabur-Tuai. Hukum Tabur-Tuai mengatakan bahwa untuk bisa menuai maka kita perlu menabur. Urutannya, tabur kemudian tuai. Bukan tuai baru tabur.
Selain itu, satu hal penting yang perlu dipahami yaitu belum tenti bila seorang karyawan dibayar lebih mahal maka prestasi atau kinerjanya pasti meningkat drastis.
Kinerja atau prestasi bekerja mengikuti rumus berikut:

MOTIVASI X KOMPETENSI = KINERJA
Anggaplah benar bahwa bila karyawan dibayar lebih mahal maka motivasi kerja mereka akan meningkat. Namun, apakah mereka punya kompetensi yang sesuai untuk meningkatkan kinerja? Bila tidak, maka kinerja tidak bisa meningkat signifikan.

Ini juga yang terjadi dengan para guru/pengajar. Pemerintah fokus meningkatkan kesejahteraan para pendidik. Namun, bagaimana dengan kinerja? Masih belum ada perubahan signifikan.
Saya menyarankan karyawan ini untuk kerja sungguh-sungguh, mengembangkan dirinya, meningkatkan kinerjanya, dan setelah itu minta kenaikan gaji ke Bos.

"Bagaimana kalau saya sudah kerja keras, prestasi meningkat, minta naik gaji atau bonus tapi Bos tidak mau kasih naik?" tanyanya lagi.
"Cari perusahaan lain yang bersedia menghargai Anda sesuai dengan kinerja Anda. Gitu aja kok repot," jawab saya mengakhiri pembicaraan kami.
Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar: