Minggu, 13 Januari 2013

POLIGAMI,AKU,KAMU,DIA DAN MEREKA

JIKA KALIAN INGIN MELAKUKAN POLIGAMI.COBA RENUNGKAN DULU INI.[ini saya ambil di internet]
Aku adalah pelaku poligami. Aku
bukanlah membicarakan Rasulullah
SAW dan para sahabat beliau
dengan keagungan dan
kemuliannya. Aku adalah seorang
laki-laki biasa dengan sebutan
suami dan ayah. Tentu aku
mempunyai kadar keimanan yang
beragam, juga kondisi ekonomi
atau keuangannya yang beragam
pula. Aku adalah si pengambil
keputusan utama, dipikulnya segala
pertanggungjawaban besar tentang
perjanjian yang berat (mitsaqon
gholiza) dalam ikatan suci bukan
hanya kepada satu, bisa dua, tiga
tapi tidak lebih dari empat wanita,
lalu konsekuen dengan segala
amanah yang akan ditanggung. Aku
juga siap dan mampu berlaku adil,
tanpa kecenderungan kepada satu
pihak, lalu apa alasan bagi setiap
aku untuk melakukan poligami?
Tentu keridhaan Allah yang dicari
dalam melakukan hal yang telah
dibolehkan dan dihalalkan yaitu
berpoligami, berbagai macam
alasan tentu tergantung kondisi
keimanan dan ketakwaan, seperti
untuk menolong para janda tua,
miskin, banyak anak, tanpa
pedulikan faktor fisik (cantik/jelek)
yang memang relatif. Ada juga yang
menganggap sebagai bentuk jihad
dari perselingkuhan dan perzinaan
yang marak belakangan ini,
terkadang tanpa direncanakan atau
tanpa sengaja (bisa juga disengaja)
hadirnya sosok wanita idaman lain,
lalu terjebak dalam situasi yang
dilematis, tanpa ingin melepas
wanita tersebut dan tanpa
berkurangnya kecintaan terhadap
istri pertama, maka poligami
menjadi alternatif. Ada juga yang
tanpa alasan (di luar unsur agama)
sekadar menunjukkan kepada dunia
atas jati dirinya dan agar bisa
diakui bahwa aku ‘bisa’ beristri
lebih dari satu. Juga tidaklah
sedikit, aku menjadikan alasan
melakukan poligami hanya sekadar
memuaskan nafsu syahwat (seks),
dan akad nikah hanya sebuah
formalitas agar tidak dikatakan
berzina, jika dilihat hadits berikut:
“Hai para pemuda, barangsiapa
di antara kalian telah mampu
menanggung beban pernikahan,
maka menikahlah. Sebab
menikah dapat memejamkan
mata dari pandangan yang
diharamkan dan memelihara
kehormatan dari perzinaan.
Barangsiapa belum mampu,
hendaklah berpuasa. Sebab
puasa dapat mengurangi gejolak
syahwat’ (HR. Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Pengertian mampu di atas, bisa
diartikan mampu secara lahir dan
mampu secara batin. Mampu
secara lahir, berarti siap
menanggung segala beban dan
biaya hidup ketika ataupun sesudah
menikah. Sedang kemampuan batin
adalah kesiapan mendidik,
membimbing, dan melindungi anak
dan istri. Sedang perintah berpuasa
bagi yang belum mampu, karena
puasa dapat mendatangkan
ketenteraman hati dan rohani,
sehingga kemungkinan seseorang
melakukan perbuatan zina lebih
kecil*. Tidak hanya dengan cara
berpuasa saja, tetapi Islam juga
memerintahkan menjaga pandangan
mata dan larangan berbuat apa saja
yang menjurus pada terusiknya
nafsu syahwat. Maka, Apapun
alasan bagi aku untuk melakukan
poligami, jangan sewenang-wenang
melakukannya, tengoklah pada niat
yang sebenarnya.
Kamu
Kamu adalah seorang istri ataupun
ibu. Kamu bukanlah membicarakan
sosok Siti Aisyah RA atau istri
sahabat Rasulullah. Kamu adalah
seorang wanita biasa yang sedang
menghadapi suami yang ingin atau
sudah berpoligami, lalu bagaimana
sikap kamu?
Kamu punya hati yang bukan biasa-
biasa saja ketika mempersilakan
suami untuk berpoligami, terlepas
dengan keikhlasan yang luar biasa
ataupun keterpaksaan. Bahkan
adakalanya kamu yang mencarikan
calon istri baru untuk suamimu.
Mungkin karena kamu menilai,
suamimu telah menjadikanmu
bidadari ataupun permaisuri dalam
istanamu, dan kamu telah
merasakan surga dunia dalam
dekapan suami, sehingga kamu pun
merasa pantas menghadiahkan istri
baru untuk suami kamu, untuk
kamu bagi kebahagiaan, dan
menurut kamu, cinta kepada
sesama dapatlah terbagi namun
cinta kepada Allah saja yang tak
akan bisa terbagi, lalu terbayanglah
kenikmatan surga yang sebenarnya
nanti.
Atau kamu pun merasa sangat tak
berdaya, ketika keterbatasan kamu
dalam melayani suami karena
didera suatu penyakit atau
ketidakmampuan kamu
menghadirkan si buah hati dari
rahim kamu sendiri, kerap kali
menjadi alasan kamu, (yang sekali
lagi) dengan keikhlasan yang luar
biasa ataupun dalam keterpaksaan.
Adapun kamu yang seringkali
merasa tersakiti ketika suami
berniat poligami, jangankan hanya
niat, sepenggal kalimat tentang
poligami saja membuat kamu
terluka, mungkin kamu merasa
terzhalimi sebab seperti apa
perlakuan suami kamu, kamu lah
yang paling mengetahuinya. Atau
kamu tak sanggup membayangkan
peranmu akan terganti, perjuangan
dan pengorbanan kamu dalam
mendampingi suami selama ini
akan terabaikan dan tak berarti.
Banyak pula dari kamu untuk
memilih bercerai dari suami,
sepenuhnya adalah hak kamu.
Bukan berarti hati kamu tak seluas
samudera, namun hal itu memang
tak mudah untuk diarungi, asalkan
hukum Allah tentang poligami tak
kamu pungkiri, sebab mengapa
hukum Allah itu diturunkan karena
pastilah ada suatu kemaslahatan di
dalamnya.
Dia
Dia adalah seorang wanita biasa
yang berstatus gadis ataupun janda.
Dia adalah sosok kedua, ketiga atau
keempat yang kehadirannya
biasanya menjadi buah bibir,
tersudutkan atau menjadi
tersangka. Ada apa dengan dia
dengan segala keputusannya?
Tak bisa ditebak terkadang hati
berkeliaran ke manapun, hingga
terpaut dan memiliki
kecenderungan yang tertuju pada
seseorang, tak peduli lagi status
seseorang itu belum menikah atau
sudah menikah. Dia pun memilih
untuk menjadi sosok yang kedua
untuk seseorang yang sangat
dicintainya.
Ada kalanya dia tak bisa memilih,
hanya ada satu jalan yang
membawa dia menerima lamaran
dari seseorang yang telah beristri
entah karena keterpaksaan atau
memang karena ingin
menggenapkan separuh diennya
karena Allah dan jalan ini lah
sebagai suatu bentuk pertolongan
dari Allah. Atau bisa juga dia
mengutamakan kehendak orangtua
yang telah memilihkan calon
dengan seseorang yang telah
beristri. Apapun alasan dia, dia
pasti bermental seperti baja,
dengan kadar keimanan, ketakwaan
beragam yang dimiliki dia.
Mereka
Mereka adalah anak-anak yang
akan menghadapi kenyataan atas
diri ayah yang berpoligami dengan
tingkat pemahaman yang berbeda-
beda, sehingga tanggapan dan
reaksi mereka berbeda-beda pula.
Ada yang bereaksi biasa-biasa saja,
atau bereaksi secara positif, antara
lain mereka mengenal konsep
berbagi, yaitu berbagi kasih sayang,
senang karena saudaranya
bertambah jika ibu kedua mereka
mempunyai anak atau terkadang
bangga dengan hadirnya sosok baru
sebagai ibu dan sebagai
pendamping baru bagi ayah
mereka. Adapun yang bereaksi
sebaliknya dan tidak sedikit,
mereka merasa sangat kecewa,
malu, minder terhadap teman-
teman atau lingkungan sekitar,
sehingga cenderung depresi dan
menarik diri, yang paling ekstrim
ketika mereka menjadi
pemberontak lalu melarikan diri
pada obat-obat terlarang (narkoba)
dan pergaulan bebas.
Wahai aku (pelaku poligami)
sudahkah memberi penjelasan dan
pengarahan tentang poligami ini
kepada mereka terlebih dahulu?
Mungkin mereka terluka dan
sudahkah berbesar hati untuk
meminta izin atau sekadar meminta
maaf kepada mereka? Sentuh
hatinya dan berikan pengertian
pada mereka sesuai taraf
pemahaman mereka. Mengabaikan
mereka berarti menaruh bom
waktu dalam sebuah keluarga.
***
Bagi aku (pelaku poligami), ingatlah
keberadaan kamu, dia dan
mereka atas perasaannya,
pendapatnya atau peranannya
menjadi bagian teramat penting
untuk menjadi pertimbangan,
sehingga berpoligami bukan hanya
sekadar keputusan tanpa syarat.
Sebab bagi siapa pun dalam sebuah
pernikahan atau satu keluarga
mempunyai keinginan yang sama,
yaitu sakinah (tenang, tenteram),
mawadah (cinta, harapan) dan
rahmah (kasih sayang). Kebahagiaan
dunia dan akhirat adalah menjadi
dambaan. Semua itu dapat
dirasakan dengan keimanan dan
ketakwaan pada Allah tentunya,
tanpa itu tak akan mungkin
mendapatkan tujuan yang
diidamkan dari suatu pernikahan,
sebab pernikahan merupakan
ibadah dan usaha dalam merintis
jalan untuk kembali kepada Sang
Pencipta, Sang Pemilik Diri dan
Sang Pemilik Cinta.
sumber: www.dakwatuna.com/2012/10/23447/aku-kamu-dia-mereka-dan-tentang-poligami/

Tidak ada komentar: