Minggu, 13 Januari 2013

CIRI OETAMA SEORANG BERTAQWA

Salah satu ciri utama seorang yang
bertaqwa ialah pemahamannya
akan dunia dan akhirat
sebagaimana dikehendaki Allah
ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻭ ﻰﻟﺎﻌﺗ . Ia yakin bahwa
dunia merupakan sekedar tempat
bersenda-gurau dan bermain
belaka. Sedangkan kehidupannya
kelak di akhirat ia pandang lebih
utama daripada kehidupan di
dunia. Kehidupan akhirat-lah yang
ia sikapi secara serius. Ia tidak mau
bermain-main maupun bersenda-
gurau dengan kehidupan
akhiratnya. Sehingga untuk
kehidupan dunia ia berikan
perhatian yang secukupnya saja.
ﺎَﻣَﻭ ُﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﺎَّﻟِﺇ ٌﺐِﻌَﻟ ٌﻮْﻬَﻟَﻭ
ُﺓَﺮِﺧَﺂْﻟﺍُﺭﺍَّﺪﻠَﻟَﻭ ٌﺮْﻴَﺧ َﻦﻳِﺬَّﻠِﻟ َﻥﻮُﻘَّﺘَﻳ ﺎَﻠَﻓَﺃ
َﻥﻮُﻠِﻘْﻌَﺗ
“Dan tiadalah kehidupan dunia
ini, selain dari main-main dan
senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Maka tidakkah kamu
memahaminya? ” (QS Al-An’aam
ayat 32)
Keberhasilan yang dikejar secara
serius oleh seorang muttaqin ialah
keberhasilan di akhirat. Baginya
keberhasilan di dunia merupakan
sesuatu yang bersifat
supplementary (faktor pelengkap)
saja. Tetapi keberhasilan di akhirat
adalah sesuatu yang tidak boleh
ditawar sedikitpun karena ia
merupakan faktor utama. Ia tidak
rela mempertaruhkan
keberhasilannya di akhirat demi
keberhasilannya di dunia. Namun
sebaliknya, demi keberhasilannya di
akhirat ia rela kehilangan
keberhasilannya di dunia.
Berapapun bagian dari dunia akan
ia relakan bila hal itu dapat
menjamin keberhasilannya di
akhirat. Sebab ia sangat yakin
bahwa kehidupan sebenarnya
adalah di negeri akhirat. Sedangkan
kehidupan di dunia tidak lain
hanyalah senda-gurau dan
permainan belaka. Kalaupun
berhasil di dunia, maka itu
merupakan keberhasilan sesaat,
sementara dan palsu. Namun
keberhasilan di akhirat merupakan
keberhasilan hakiki dan abadi.
Bagaimana mungkin ia akan rela
kehilangan keberhasilan hakiki dan
abadi demi memperoleh
keberhasilan sesaat, sementara, dan
palsu?
ﺎَﻣَﻭ ِﻩِﺬَﻫ ُﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﺎَّﻟِﺇ ٌﻮْﻬَﻟ ٌﺐِﻌَﻟَﻭ
َّﻥِﺇَﻭ َﺭﺍَّﺪﻟﺍ َﺓَﺮِﺧَﺂْﻟﺍ َﻲِﻬَﻟ ُﻥﺍَﻮَﻴَﺤْﻟﺍ ْﻮَﻟ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ
َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ
“Dan tiadalah kehidupan dunia
ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya
akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, kalau mereka
mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)
Namun dalam realitas kita melihat
banyak manusia modern justeru
bersikap sebaliknya. Dan ini tidak
saja diperlihatkan oleh sembarang
manusia. Bahkan sebagian manusia
yang mengaku muslim sekalipun
menampilkan sikap terbalik. Bila
menyangkut urusan peluang
keberhasilan di dunia ia menjadi
sangat serius. Ia kerahkan
perhatian, waktu, tenaga dan uang
tanpa keraguan. Namun bila
menyangkut urusan peluang
keberhasilan di akhirat ia malah
bersikap setengah hati bahkan
bermain-main dan bersenda-gurau.
Ia sangat fokus akan sukses dunia
namun sangat tidak peduli sukses
akhirat. Seolah sukses dunia
merupakan sesuatu yang hakiki
sedangkan sukses akhirat hanyalah
mimpi tanpa bukti. Mengapa hal ini
terjadi?
Salah satu sebab mengapa banyak
orang yang mengaku muslim
memiliki logika dan sikap terbalik
menghadapi dunia dan akhirat
karena mereka telah masuk ke
dalam perangkap “lubang biawak”
yang ditawarkan oleh penguasa
dunia modern dewasa ini, yaitu
masyarakat barat Amerika-Eropa
alias masyarakat kaum yahudi-
nasrani. Dan keadaan ini sudah
diprediksi oleh Nabi Muhammad
ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ sejak
limabelas abad yang lalu.
َﻝﺎَﻗ ُﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ
َﻦَﻨَﺳ َّﻦُﻌِﺒَّﺘَﺘَﻟ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜِﻠْﺒَﻗ
ﺍًﺮْﺒِﺷ ٍﺮْﺒِﺸِﺑ ﺎًﻋﺍَﺭِﺫَﻭ ٍﻉﺍَﺭِﺬِﺑ ﻰَّﺘَﺣ ْﻮَﻟ ﺍﻮُﻠَﺧَﺩ
ﻲِﻓ ٍّﺐَﺿ ِﺮْﺤُﺟ
ْﻢُﻫﻮُﻤُﺘْﻌَﺒَّﺗﺎَﻟ ﺎَﻨْﻠُﻗ ﺎَﻳ َﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﺩﻮُﻬَﻴْﻟﺁ
ﻯَﺭﺎَﺼَّﻨﻟﺍَﻭ َﻝﺎَﻗ ْﻦَﻤَﻓ
Rasulullah ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ
bersabda: “Sungguh, kalian
benar-benar akan mengikuti
kebiasaan orang-orang sebelum
kalian sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta,
sehingga sekiranya mereka
masuk ke dalam lubang biawak
sekalipun, maka kalian pasti
akan mengikuti mereka.” Kami
bertanya; “Wahai Rasulullah,
apakah mereka itu kaum yahudi
dan nasrani?” Beliau menjawab:
“Siapa lagi kalau bukan
mereka?” (HR Muslim – shahih)
Dunia modern dewasa ini
membuktikan kebenaran prediksi
Nabi ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ di atas.
Kita menyaksikan bagaimana di satu
sisi Allah ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻭ ﻰﻟﺎﻌﺗ berikan
hak kepemimpinan dunia (global
leadership) kepada kaum yahudi
dan nasrani dan pada sisi lain
banyak kaum muslimin menjadi
pengekor kaum yahudi-nasrani
sedikit demi sedikit sehingga
tatkala dijebloskan ke dalam lubang
biawak sekalipun kaum muslimin
cenderung ikut saja. Padahal kaum
yahudi-nasrani memiliki cara
pandang terhadap dunia
sebagaimana peradaban Romawi
dahulu kala, yakni cara pandang
materialisme. Hal ini Allah ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻭ
ﻰﻟﺎﻌﺗ singkap di dalam surah yang
nama surahnya berarti bangsa
Romawi, yaitu surah Ar-Ruum ayat
ke tujuh:
َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ ﺍًﺮِﻫﺎَﻇ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ َﻦِﻣ ْﻢُﻫَﻭﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ِﻦَﻋ
ِﺓَﺮِﺧَﺂْﻟﺍ ْﻢُﻫ َﻥﻮُﻠِﻓﺎَﻏ
“Mereka hanya mengetahui yang
lahir/material (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka
tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai.” (QS Ar-Ruum ayat 7)
Peradaban Romawi masa lalu
merupakan peradaban digdaya
namun dilandasi faham
materialisme. Mereka hanya
memahami keberhasilan
berdasarkan tolok-ukur dunia fana.
Mereka tidak peduli bahkan
mengingkari adanya kehidupan
sebenarnya di akhirat kelak. Oleh
karenanya mereka berprinsip “It’s
now or never” (kalau tidak berhasil
sekarang, maka tidak akan pernah
berhasil selamanya). Dunia
modern-pun meyakini paradigma
yang serupa. Akhirnya segenap
manusia diarahkan untuk meyakini
hal serupa, tanpa kecuali kaum
muslimin-pun disihir dengan cara
pandang materialisme.
Akhirnya muncullah orang-orang
yang mengaku muslim dan merasa
bertaqwa tetapi cara-pandangnya
mirip dengan kaum yahudi-nasrani.
Mereka lebih mengutamakan
kehidupan dunia daripada akhirat.
Peduli sukses dunia daripada sukses
akhirat. Bahkan penyakit ini
menjangkiti sebagian orang yang
dikenal sebagai Ustadz di tengah
masyarakat. Para “ustadz” ini bila
menafsirkan ayat Allah mengenai
bagaimana seharusnya mensikap
dunia dan akhirat, maka mereka
menafsirkannya berdasarkan faham
materialisme alias dunia-oriented.
Misalnya terhadap ayat berikut:
ِﻎَﺘْﺑﺍَﻭ ﺎَﻤﻴِﻓ َﻙﺎَﺗﺁ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﺭﺍَّﺪﻟﺍ َﺓَﺮِﺧﻵﺍ ﻻَﻭ
َﺲْﻨَﺗ َﻚَﺒﻴِﺼَﻧ َﻦِﻣ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi. ” (QS Al-Qashshash 77)
Sudah sangat jelas bahwa melalui
ayat di atas Allah ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻭ ﻰﻟﺎﻌﺗ
menyuruh kita mengejar negeri
akhirat sebagai fokus utama.
Sedangkan terhadap kenikmatan
duniawi Allah hanya mengatakan
“jangan kamu lupakan
bahagianmu”. Artinya, Allah
menyuruh kita all out (habis-
habisan) mengejar kebahagiaan
akhirat. Sedangkan terhadap dunia
yang penting jangan sampai kita
melupakannya atau
mengabaikannya. Redaksi ayat
sudah amat-sangat jelas seperti
demikian.
Namun di era penuh fitnah dewasa
ini bermuncullanlah para “ustadz”
yang tatkala menafsirkan ayat di
atas berkata:
“Wahai kaum muslimin, silahkan
berlomba menjadi orang kaya di
dunia, sebab Islam tidak
melarang anda menjadi orang
kaya. Bahkan para sahabat
banyak yang kaya-raya seperti
Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf
dan Usman bin Affan. Silahkan
kejarlah berbagai keberhasilan
dunia….. Yang penting,
janganlah sampai melupakan
kehidupan akhirat…..!”
SubhaanAllah…. sepertinya nasihat
yang sungguh indah. Tetapi kalau
kita renungkan dalam-dalam jelas
bahwa tafsiran yang disampaikan
pak “ustadz” di atas bertentangan
180 derajat dengan apa yang Allah
sebutkan di dalam ayatnya. Pak
ustadz jelas-jelas telah mengekor
kepada paradigma materialisme
peradaban Romawi. Pak ustadz
telah masuk ke dalam lubang
biawak..! Pak Ustadz nyata-nyata
lebih mengutamakan kehidupan
dunia daripada sukses akhirat.
Di dalam Al-Qur’an Allah tidak
pernah menyuruh kita untuk
berlomba mengejar dunia.
Berkompetisi merebut keberhasilan
di dunia apakah itu dalam hal
kekayaan, popularitas, kekuasaan
dan lain sebagainya tidaklah Allah
perintahkan. Bila sudah berkenaan
dengan kompetisi pasti Allah
menyuruh kita berlomba merebut
sukses akhirat. Coba perhatikan
ayat-ayat di bawah ini:
ﺍﻮُﻋِﺭﺎَﺳَﻭ ﻰَﻟِﺇ ٍﺓَﺮِﻔْﻐَﻣ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜِّﺑَﺭ ٍﺔَّﻨَﺟَﻭ
ﺎَﻬُﺿْﺮَﻋ ُﺕﺍَﻭﺎَﻤَّﺴﻟﺍ ُﺽْﺭﻷﺍَﻭ ْﺕَّﺪِﻋُﺃ
َﻦﻴِﻘَّﺘُﻤْﻠِﻟ
“Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Rabbmu dan
kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa,” (QS Ali Imran
133)
ُﻑِﺮْﻌَﺗ ﻲِﻓ ْﻢِﻬِﻫﻮُﺟُﻭ َﺓَﺮْﻀَﻧ
َﻥْﻮَﻘْﺴُﻴِﻤﻴِﻌَّﻨﻟﺍ ْﻦِﻣ ٍﻖﻴِﺣَﺭ ُﻪُﻣﺎَﺘِﺨٍﻣﻮُﺘْﺨَﻣ
ٌﻚْﺴِﻣ ﻲِﻓَﻭ
َﻚِﻟَﺫ ِﺲَﻓﺎَﻨَﺘَﻴْﻠَﻓ ُﻪُﺟﺍَﺰِﻣَﻮَﻧﻮُﺴِﻓﺎَﻨَﺘُﻤْﻟﺍ ْﻦِﻣ
ﺎًﻨْﻴَﻌٍﻤﻴِﻨْﺴَﺗ ُﺏَﺮْﺸَﻳ ﺎَﻬِﺑ َﻥﻮُﺑَّﺮَﻘُﻤْﻟﺍ
“Kamu dapat mengetahui dari
wajah mereka kesenangan hidup
mereka yang penuh kenikmatan.
Mereka diberi minum dari
khamar murni yang dilak
(tempatnya), laknya adalah
kesturi; dan untuk yang
demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba. Dan campuran
khamar murni itu adalah dari
tasnim, (yaitu) mata air yang
minum daripadanya orang-orang
yang didekatkan kepada
Allah.” (QS Al-Muthaffifiin 24-28)
Ketika Allah menyuruh
“bersegeralah kamu” maka yang
dimaksud adalah mengejar
ampunan Allah dan surgaNya. Ini
semua merupakan perkara di
akhirat kelak. Ketika Allah
menyuruh “untuk yang demikian itu
hendaknya orang berlomba-lomba”
maka Allah menyisipkannya di
tengah rangkaian ayat yang sedang
berbicara mengenai berbagai
kesenangan penghuni surga. Ini
adalah urusan akhirat. Jadi, tidak
pernah Allah menyuruh kita untuk
mengejar dunia dan mengejar
ketertinggalan kita dari orang-orang
kafir di dalam urusan dunia.
Bahkan jelas-jelas Allah melarang
Nabi Muhammad ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ
ﻢﻠﺳ beserta ummatnya bergaul dan
berdekat-dekat dengan manusia
yang dalam segala perhatian dan
pembicaraannya hanya melulu
urusan dunia.
ْﺽِﺮْﻋَﺄَﻓ ْﻦَﻋ ْﻦَﻣ ﻰَّﻟَﻮَﺗ ْﻦَﻋ ﺎَﻧِﺮْﻛِﺫ ْﻢَﻟَﻭ ْﺩِﺮُﻳ
ﺎَّﻟِﺇ َﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ َﻚِﻟَﺫ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ْﻢُﻬُﻐَﻠْﺒَﻣ َﻦِﻣ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ
“Maka berpalinglah (hai
Muhammad) dari orang yang
berpaling dari peringatan Kami,
dan hanya menginginkan
kehidupan duniawi. Itulah batas
pengetahuan mereka.” (QS An-
Najm ayat 29-30)
Pantaslah bilamana Nabi
Muhammad ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻭ ﻢﻠﺳ
mengajarkan kita doa agar dunia
tidak menjadi batas pengetahuan
seorang mukmin dan muttaqin.
ﺎَﻠﻤﻬﻠﻟﺍ ْﻞَﻌْﺠَﺗ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ َﺮَﺒْﻛَﺃ ﺎَﻨِّﻤَﻫ ﺎَﻟَﻭ َﻎَﻠْﺒَﻣ
ﺎَﻨِﻤْﻠِﻋ
“Ya Allah, janganlah Engkau
jadikan dunia menjadi perhatian
utama kami serta batas
pengetahuan kami.” (HR Tirmizi –
Hasan)

sumbernya: www.ddiijakarta.or.id/index.php/component/content/article/25-terkini/262-akhirat-lebih-utama.html

Tidak ada komentar: